Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani R.A Berkata:
Apabila engkau berada dalam satu keadaan, maka jangan memilih
jalan yang lainnya, baik yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah. Andaikan
engkau berada di depan pintu raja, janganlah masuk hingga engkau di paksa untuk
masuk kedalamnya (yang saya maksudkan dengan paksaan adalah perintah
dengan menggunakan kekerasan sampai berulang-ulang).
Dan hendaklah tidak merasa cukup hanya dengan izin untuk
memasukinya, karena bisa jadi hal itu hanyalah siasat dan tipu daya sang raja.
Bersabarlah sampai engkau dipaksa untuk masuk, maka engkau akan memasuki rumah
itu betul-betul karena terpakasa dan perlakuan dari sang raja.
Jika demikian raja tidak akan menghukummu atas perbuatannya
sendiri, tapi hukuman itu akan diberikan atas pilihanmu yang tidak dibarengi
dengan kesabaran dan akhlak yang baik, serta tidak menerima atas apa yang ada
didepanmu.
Maka, apabila engkau sudah berhasil dan masuk kedalam istana
dengan cara seperti ini, bersikaplah sopan dengan menundukkan pandangannya,
dengan tetap menjaga perintah apa saja yang harus dilakukan didalamnya.
Allah SWT berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad SAW: Dan
janganlah engkau arahkan pandangan matamu kepada apa yang telah Kami berikan
kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia, untuk Kami
uji mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS
20:131).
Ini pelajaran dari-Nya kepada Nabi Muhammad saw. Yang Dia
pilih dalam menjaga keadaan dan ridha terhadap apa yang Dia berikan,
sebagaimana firman-Nya:
“ Dan rezeki yang diberikan Tuhanmu itu lebih baik dan
lebih kekal, yaitu “Apa yang telah Aku berikan kepadamu dari kebaikan dan
kenabian, ilmu, Qana’ah, kesabaran, penguasaan agama dan menjadi teladan
didalamnya, inilah yang pertama Aku berikan kepadamu sebelum kepada yang lain.”
Adalah kebaikan untuk menjaga keadaan dan rela atas keadaan
itu serta menjauhkan diri dari berpaling kepada selainnya. Karena hal itu tidak
terlepas dari salah satu ini: bisa jadi dia bagianmu, bisa juga bagia orang
lain, atau bukan bagian siapapun, tapi Allah menjadikannya sebagai cobaan bagi
yang melihatnya.
Karena kalau sudah jadi bagianmu, pasti akan dating kepadamu
baik itu engkau kehendaki maupun tidak. Engkau tidak perlu menunjukkan tingkah
dan perilaku yang jelek dalam memohonnya, karena hal itu tidak terpuji , baik
di tinjau dari segi akal maupun dari ilmu.
Dan apabila itu bukan merupakan bagianmu, maka jangan engkau
bersusah payah atas apa yang tidak engkau terima dan tidak akan sampai kepadamu
selamanya.
Dan jika itu bukan bagian siapa-siapa, melainkan hanyalah
ujian, bagaimanakah orang berakal mengharapkan ujian bagi diri sendiri? Maka
jelas sekali bahwa kebaikan dan keselamatan semuanya ada pada tindakan menjaga
keadaan.
Apabila engkau nai ke suatu ruangan lalu kea tap, maka
jadilah seperti yang telah kita bahas tadi, yaitu menjaga diri dengan sikap dan
tingkah laku yang baik, bahkan harus lebih dari itu, sehingga engkau semakin
dekat kepada Sang Raja dan lebih dekat dari bahaya.
Jangan berharap untuk pindah darinya menuju yang lebih tinggi
lagi, apalagi kepada yang lebih rendah, yang kekal maupun yang tetap, dan
janganlah engkau ubah sifatnya sedangkan engkau didalamnya, sehingga tidak ada
lagi pilihan bagimu sama sekali.
Karena hal itu berarti kufur akan nikmat keadaan, dan kufur
akan membuat pelakunya menjadi hina, baik di dunia maupun akhirat.
Maka lakukanlah selamanya apa yang telah kita bahas tadi
hingga engkau naik pada maqam yang lebih tinggi di maka engkau akan tetap di
situ dan tidak akan digeser.
Pada saat itu akan engkau ketahui bahwa hal itu adalah
anugerah (mauhibah) dengan tanda-tandanya yang ada. Maka engkau harus
mantap di situ dan jangan biarkan dirimu berpindah darinya. Karena hāl* adalah
milik para wali dan maqām* adalah pemilik para abdāl.
Hāl = adalah keadaan spiritual yang masih berubah-ubah,
naik-turun dan timbul-tenggelam. Sementara maqām= adalah keadaan
spiritual yang sudah mantap dan tidak berubah-ubah.