Syaikh ‘
Abdul Qadir Jailani ra Berkata: anggaplah kebaikan dan kejelekan bagaikan buah
dari dua ranting dalam satu pohon, salah satu ranting berbuah manis dan yang
satunya lagi berbuah pahit.
Maka
tinggalkanlah Negara, iklim dan seluruh penjuru bumi dimana buah yang diambil
dari pohon tersebut akan dibawa ke situ. Menjauhlah darinya dan dari
penghuninya. Mendekatlah kepada pohon tersebut dan jadilah pemelihara dan
penjaganya. Kenalilah kedua ranting dan buahnya itu.
Berdirilah
dibagian ranting yang buahnya manis, sehingga sumber makan dan kekuatanmu
berasal darinya. Dan janganlah mendekati ranting yang satunya lagi, karena
kalau engkau sempat makan buahnya, maka engkau akan binasa karena racunnya.
Apabila
engkau terus berada pada ranting yang buahnya manis, maka engkau akan selamat
dan aman dari berbagai penyakit, karena semua penyakit disebakan oleh buah yang
pahit itu.
Jika engkau
meninggalkan pohon itu dan sibuk bepergian, lalu dihidangkan kepadamu kedua
buah tersebut tanpa tahu mana yang manis dan mana yang pahit, lalu engkau
mengambil salah salah satunya, mungkin saja engkau secara kebetulan mengambil
yang pahit, lalu engkau memakan sebagian dan mengunyahnya.
Maka engkau
akan merasakan pahitnya sampai keujung lidah, kedalam tenggorokan, sampai ke
otak dan kerongkongan. Lalu ia bereaksi mengalir ke pembuluh darahmu dan
akhirnya ke seluruh tubuhmu. Maka engkau akan binasa karenanya.
Lalu engkau
membuang sisa buah itu dan mencuci mulutmu, tapi tidak dapat menghilangkan apa
yang telah masuk kedalam tubuhmu, dan tidak ada gunanya engkau mencuci bekasnya
tadi.
Tetapi
sebaliknya, jika engkau makan buah yang manis itu dan merasakan manisnya,
memperoleh manfaat darinya sehingga engkau merasa masih kurang dengan apa yang
telah engkau dapatkan itu, sehingga mesti mendapatkannya lagi untuk yang kedua
kalinya.
Mudah-mudahan yang kedua kali itu tidak pahit, sehingga
engkau tidak mengalami seperti yang telah kita bahas tadi. Karena tidak ada
kebaikan yang akan diraih kalau jauh dari pohon dan tidak tahu buahnya, dan
selamat bagi yang dekat dengannya.
Kebaikan dan kejelekan, kedua-keduanya adalah perbuatan
Allah, dan Dia-lah Allah yang mengendalikan keduanya. Firman Allah SWT: “Allah
telah menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat”. (QS 37:96), dan
sabda Nabi Muhammad SAW: “Allah yang telah menciptakan penyembelih dan yang
disembelihnya.”
Maka semua perbuatan hamba adalah ciptaan Allah (dan usaha
mereka). Allah SWT Berfirman: “ masuklah kalian kedalam surga atas apa yang
telah kalian kerjakan”. (QS 16:32).
Maha Suci Dia! Alangkah Maha Pemurah dan Penyayang Allah,
yang telah menisbatkan perbuatan kepada mereka, dan mereka berhak masuk kedalam
surga atas amal yang telah mereka kerjakan. Semua itu tidak terlepas dari
taufiq dan rahmat-Nya yang diberikan kepada mereka baik di dunia maupun di
akhirat.
Nabi Muhammad Saw bersabda: “Tidak seorangpun masuk surga
karena amalnya”. Lalu sahabat bertanya: “Begitukah juga denganmu wahai
Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Ya, aku juga begitu, kecuali jika Allah
menaungi aku dengan Rahmat-Nya.” . Beliau melatakkan tangannya diatas
kepalanya (*). Hadis ini diriwayatkan oleh Siti
‘Aisyah r.a.
Apabila engkau seorang yang taat kepada Allah, melaksanakan
semua perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan berserah diri kepada kekuasaan-Nya,
Dia akan menjagamu dari murka-Nya dan akan menganugerahkan keutamaan-Nya
kepadamu, dan akan menjagamu dari semua kejelekan dunia dan agama.
Adapun dari kejelekan dunia, seperti difirmankan Allah SWT :
“Demikian agar Kami memalingkan dari-Nya kemungkaran dan kejelekan.
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS 12:24).
Sedangkan kejelekan agama, ada pada firman Allah SWT : “Allah
tidak akan menyiksamu, jika engkau bersyukur dan beriman. Dan Allah adalah Maha
Mensyukuri dan Maha Mengetahui”. (QS 4:147).
Orang mukmin yang bersyukur tidak akan terkena bala’ yang
ada disisinya, karena dia lebih dekat kepada ‘Afiyah daripada bala’.
Bahkan ia senatiasa memperoleh tambahan karena ia bersyukur. Allah SWT
Berfirman: “Apabila kalian bersyukur, maka sungguh Aku akan menambahkan
nikmat atas kalian”. (QS 14:7).
Keimananmu akan memadamkan api neraka di akhirat nanti, yang
merupakan balasan bagi orang-orang yang durhaka kepada Allah SWT. Lalu mengapa
keimanan itu tidak bisa memadamkan panasnya cobaan di dunia?
Ya Allah, hanyalah hamba-hamba yang tertarik dan memilih
untuk dekat dan menyucikan diri, maka bala’ (ujian) itu mesti ada, untuk
memadamkan kebusukan hawa nafsu yang mempengaruhi watak, dan mencegah
kecenderungan untuk mengikuti kelezatan syahwat hawa nafsu, merasa tenang,
tenteram, dan senang dengan makhluk (ciptaan Allah).
Maka ia diberi bala’ sampai semua itu musnah, sehingga hati
menjadi bersih dengan keluarnya semua itu. Tinggallah tauhid, makrifat, dan
sumber-sumber ghaib seperti berbagai rahasia, ilmu, dan cahaya ilahi. Karena,
hati adalah rumah yang tidak mungkin ada dua penghuni didalamnya.
Allah SWT Berfirman: “Allah sekali-kali tidak menjadikan
bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya..” (QS 33:4). Dan firman-Nya:
“Sesungguhnya raja-raja, apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina…” (QS
27:34).
Maka dikeluarkanlah penguasa-penguasa itu dari tempat dan
kehidupan yang paling baik.
Semula, hati dikuasai oleh setan dan hawa nafsu, dan anggota
badan bergerak di bawah perintahnya, baik itu kemaksiatan, kebatilan dan
hal-hal yang tidak perlu lainnya. Lalu penguasaan tersebut hilang dan berakhir,
sehingga anggota badan telah tenang, istana raja (hati) telah di kosongkan,
begitu juga dengan halamannya telah bersih, yang tiada lain adalah dada.
Tibalah hati, menjadi tempat bagi tauhid, ma’rifah, dan
ilmu. Sedangkan halamannya di kelilingi oleh bunga-bunga dan berbagai
keajaiban dari yang ghaib.
Semua itu adalah hasil dan buah dari berbagai cobaan. Rasulullah
Saw bersabda: “ Sesungguhnya seluruh nabi adalah manusia yang paling berat
ujiannya, lalu berikutnya, dan berikutnya (**)”.
Dan sabda Nabi Muhammad Saw.: “Aku yang paling tahu Allah daripada kalian,
dan aku yang paling takut kepada-Nya” (***).
Maka siapa saja yang dekat dengan , AL-Malik (Allah
SWT) pasti berat ujiannya, karena dia ada di bawah pengawasan-Nya, tidak ada
yang alpa dari-Nya semua gerak-gerik dan tingkah lakunya.
Jika engkau mengatakan: semua makhluk di sisi Allah semuanya
sama, tidak ada sesuatu pun darinya yang tersembunyi di mata Allah. Lalu apa
artinya pernyataan ini?
Maka aku jawab: hal itu dikatakan ketika kedudukan yang
bersangkutan sudah tinggi, derajatnya mulia, dan bahayanya pun besar. Karena dia
diwajibkan untuk mensyukuri atas apa yang telah diberikan-Nya, berupa limpahan
nikmat dan karunia-Nya. Maka ia lebih mungkin untuk berpaling dari pengabdian
dan syukur kepada-Nya, dan itu berarti kurang dalam hal ketaatan kepada-Nya.
Allah SWT berfirman: “Wahai istri-istri Nabi, siapa saja
diantara kalian yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan
dilipatgandakan siksaan kepadanya dua kali lipat.” (QS 33:30).
Hal itu disampaikan kepada
istri-istri Nabi karena limpahan nikmat-Nya yang telah dianugerahkan kepada
mereka dengan bersuamikan Nabi Muhammad saw. Maha Agung Allah dari keserupaan
dengan makhluk-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya dan Dia-lah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.
(*)
= Hadis riwayat Imam Ahmad, dalam Musnad-nya, juz.2/256. Hadis No 6463,
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahih-nya, dari Abu Hurairah r.a.:
Rasulullah Saw bersabda: “Tidak akan selamat seorang pun karena amalnya.” Lalu mereka
bertanya: “Begitu jugakah denganmu, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Begitu
juga aku, kecuali jika Allah menganugerahkan rahmat-Nya. Teruskan dan
mendekatlah, nikmatilah, pada waktu akhir malam, tempuhlah dan tempuh, pasti
sampai.”
(**) =
Hadis no 2398, diriwayatkan oleh At-Turmudzi, dalam AL-Jami’ as-Shahih dari
Sa’ad bin Abi Waqqash r.a berkata: aku bertanya kepada Rasulullah: “Wahai
Rasulullah, siapakah diantara manusia yang paling berat ujiannya?”. Beliau menjawab:
“Para Nabi, lalu mereka yang berada pada level di bawahnya, lalu di bawahnya
lagi. Dan seorang di uji sesuai dengan agamanya. Apabila agamanya biasa-biasa
saja, maka ujiannya sesuai dengan agamanya. Seorang hamba tidak akan bebas dari
ujian hingga dia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa.” Hadis Hasan Shahih.
(***) =
Hadis no 6101, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dalam Shahih-nya, dari ‘Aisyah
r.a, beliau mengatakan: “Rasulullah melakukan sesuatu, lalu beliau member keringanan
padanya. Maka masyarakat menggampangkannya. Sampailah hal itu kepada Nabi saw.,
maka beliau berkhutbah dan setelah memuji Allah SWT, beliau bersabda: “Mengapa
masyarakat meremehkan sesuatu yang telah aku lakukan? Demi Allah, akulah orang
yang paling mengenal Allah dan paling takut kepada-Nya.”