Syaikh ‘Abdul
Qadir Jailany Berkata tentang Sabda Nabi Muhammad SAW,: “Kadang-kadang
kefakiran itu hampir menjadikan kekafiran.(*)”.
Seorang hamba
hendaknya beriman kepada Allah SWT, menyerahkan segala urusan kepada-Nya, yakin
dengan kemudahan rizki dari-Nya, menyakini apa yang menimpanya bukan menjadi
kejelekan baginya, dan apa yang buruk baginya tidak mungkin menimpanya.
Hendaknya ia
mempercayai firman Allah SWT: “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka
Dia pasti akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberi rezeki dari arah
yang tiada disangka-sangkanya.” (QS 65:2-3).
Ia percaya
akan hal itu karena ia dalam keadaan sehat wal afiat serta serba kecukupan. Lalu
Allah SWT mengujinya dengan bala’ (cobaan) dan kefakiran. Maka dia akan
memohon dengan rendah ahti, tapi belum juga cobaan itu berakhir. Dalam keadaan
seperti itu, akan terbukti ucapan Rasulullah saw.: “Kadang-kadang
kefakiran itu hampir menjadikan kekafiran”.
Barang siapa yang bersikap baik kepada
Allah SWT atas hal itu, maka Allah SWT akan mengakhiri cobaan itu, dan menggantinya
dengan kesehatan, kelapangan dan kemudahan dalam hidup. Lalu Dia memudahkannya
untuk bersyukur dan memuji-Nya. Maka Allah akan melanggengkan semua itu baginya
sampai dia menemui-Nya. Inilah jenis orang yang pertama.
Dan barangsiapa
yang di kehendaki Allah untuk di beri ujian, maka Allah akan melanggengkan
penderitaan dan kefakiran baginya dan mencabut dukungan keimanannya. Maka dia
kufur dengan meyalahkan dan menuduh Allah, serta meragukan janji-Nya.
Sehingga dia
mati dalam keadaan kafir kepada Allah SWT, menolak ayat-ayat-Nya, dan marah
kepada Tuhan. Inilah jenis orang yang kedua. Tentang orang seperti inilah
Rosulullah mengisyaratkan dalam sabdanya:
“Sesungguhnya manusia yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat
adalah orang yang telah diberi oleh Allah kefakiran dunia sekaligus siksa
akhirat.” Na’udzu billahi min
dzalik.
Itulah kefakiran
yang ditakuti Rasulullah saw., sehinga beliau memohon perlindungan darinya.
Dan jenis
orang yang keiga adalah orang yang dipilih dan dimuliakan Allah, dijadikan
kekasih-Nya, pewaris para Nabi-Nya, penghulu para wali-Nya, menjadi bagian dari
orang-orang mulia di antara hamba-hamba-Nya, paling berilmu, paling bijaksana,
dan dapat memberikan syafaat bagi mereka, menjadi guru mereka, menjadi penunjuk
kepada Tuhan mereka, dan mengajak mereka untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad
Saw. Dan menjauhi jalan yang hina.
Untuk orang
seperti ini Allah menganugerahinya kesabaran yang tinggi dan keridhaan yang
luas, menerima dan rela atas apa saja yang diperbuat Tuhan kepadanya.
Lalu Allah
melimpahinya dengan anugerah yang banyak dan memanjakannya baik di waktu siang
maupun malam dalam kesendiriannya, kadang-kadang secara lahir dan kadang-kadang
secara batin, dengan berbagai kelembutan dan kasih sayang. Hal seperti ini
terus berlangsung hingga dia menemui ajalnya.
______________________
(*) = Potongan hadis no.6612,
yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, dalam As-Syu’b, dari Anas bin Malik
r.a, dan lanjutannya: dan kadang-kadang dengki mengalahkan takdir. Ini hadis
lemah (Dha’if). Akan tetapi yang mempunyai saksi adalah yang
diriwayatkan dan disahihkan oleh Ibnu Hibban, dari Abi Sa’id al-Khudri, dari
Rasulullah saw., yang bersabda: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran
dan kefakiran.” Lalu ada orang yang bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah
keduanya sejajar?” Beliau menjawabnya: “Ya”.
Source Image: www.dongengbudaya.wordpress.com