Syaikh
‘Abdul Qadir Jailani R.A berkata: Ketahuilah, bahwa ada dua macam manusia:
Manusia yang dianugerahi nikmat dan manusia yang mendapatkan cobaan sesuai
dengan ketentuan Tuhannya.
Adapun orang
yang dianugerahi nikmat, dia tidak luput dari kesusahan dan kekeruhan atas apa
yang dianugerahkan kepadanya. Dia baru menyadari kenikmatan itu apabila telah
tiba ketentuan Allah kepadanya, yang membuatnya sedih, berupa bencana dan
musibah, baik penyakit, kelaparan, dan berbagai musibah lainnya, seperti yang menimpa
jiwa, harta, keluarga, dan anak-anak.
Ia menjadi
susah dengan semua itu. Seakan-akan ia tidak pernah diberi kenikmatan. Ia lupa
kepada nikmat dan kelezatan yang telah dia rasakan. Ketika dia kaya harta,
pangkat, jabatan, dan aman dari gangguan musuh, seakan-akan tidak akan ada
cobaan yang menimpanya.
Sebaliknya
tatkala dia sedang diuji dengan cobaan, seolah tidak ada kenikmatan yang dapat
diraihnya. Semua itu karena ketidaktahuannya akan Allah SWT.
Jika dia
tahu bahwa Allah yang mengatur semua itu sesuai dengan kehendak-Nya, bahwa Dia
mengubah dan menukar, mengayakan dan memiskinkan, mengangkat dan menjatuhkan,
menghidupkan dan mematikan, mendahulukan dan mengakhirkan, maka ia tidak akan
pernah merasa tenang dengan kenikmatan yang diperolehnya, tidak terpedaya
dengannya, dan tidak akan putus asa terhadap datangnya kelapangan setelah
ditimpa musibah.
Juga, karena
kebodohannya akan dunia, maka dia merasa tenang dengannya, hingga berharap
memperoleh kejernihan tanpa kekeruhan di situ, dan lupa kalau dunia itu adalah
tempat bala’, kesulitan, beban, dan kesusahan.
Pada
dasarnya dunia adalah bala’ (ujian) sedangkan ujungnya adalah
kenikmatan. Dunia bagaikan pohon kesabaran, buah pertamanya pahit sedangkan
yang berikutnya manis. Seseorang tidak dapat meraih manisnya kecuali merasakan
pahitnya. Tidak akan merasakan manisnya hidup kecuali dengan kesabaran dalam
menghadapi kesulitan dan pahitnya hidup.
Maka,
barangsiapa yang sabar akan bala’ (ujian) yang dihadapinya, dia akan
mendapatkan kenikmatan. Karena, upah itu diberikan setelah kening berkeringat, (*) badan sudah letih, lemas, dan tidak ada kekuatan
lagi untuk mengerjakan hal yang serupa.
Maka ketika
dapat bertahan dan bersabar dalam keadaan seperti ini, dia akan diberi imbalan
berupa makanan yang paling baik, buah-buahan, pakaian, ketenangan, dan
kebahagiaan walaupun sedikit.
Dunia itu
pada awalnya pahit, laksana sebotol madu yang tercelup dalam satu wadah yang
penuh dengan cairan empedu. Maka orang yang meminumnya tidak akan sampai ke
dasar wadah itu untuk mendapatkan madu yang murni, kecuali setelah terlebih
dulu menerima botol itu.
Apabila
seorang hamba sabar dalam melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-Nya, berserah diri dan bertawakal atas apa yang telah menjadi
ketentuan-Nya, mampu menghadapi dan menanggung beratnya tantangan ini, melawan
hawa nafsu dan meninggalkan ajakannya, maka Allah SWT akan memberinya imbalan
dengan kehidupan yang lebih baik di akhir hayatnya, dengan penuh kasih sayang,
kemuliaan dan ketenteraman hidup.
Allah akan
menjaganya, memberinya makan, bagaikan anak kecil yang masih dalam buaian,
tanpa ada beban yang diterimanya, dan tanpa kepayahan dunia, sebagaimana orang
yang menikmati sepiring madu setelah merasakan pahitnya empedu. Adalah
seharusnya bagi seorang hamba yang mendapatkan anugerah nikmat, untuk tidak
merasa aman terhadap rencana Allah SWT.
Bisa jadi
dia terlena dengan kenikmatan itu dan merasa yakin akan kekal dalam kenikmatan
itu, lalu dia lupa mensyukurinya dan dia membiarkan kendalinya dengan tidak
mensyukurinya. Rasulullah SAW bersabda: “Kenikmatan itu liar; maka ikatlah
dengan syukur ”.
Mensyukuri kenikmatan
harta adalah mengkaui bahwa harta yang dimilikinya adalah milik Yang Maha
Pemberi Nikmat, Allah SWT, mengingat hal itu dalam setiap kesempatan,
mengetahui keutamaan dan kebesarannya.
Jangan merasa
memiliki dan melampaui batas dalam memanfaatkannya, dan jangan meninggalkan
perintah-Nya, baik itu zakat, kifarat, nadzar, sedekah, memperhatikan
orang-orang yang tertindas, dan mencari orang-orang yang membutuhkan dan
keluarganya yang ada dalam kesulitan.
Ketika berubahnya
keadaan dan pertukaran dari kebaikan kepada keburukan, memohonlah untuk
senantiasa diberi kenikmatan dan ketenangan baik di waktu lapang maupun susah.
Adapun mensyukuri
nikmat kesehatan adalah dengan menjaganya untuk senantiasa taat dan
mengendalikannya dari semua bentuk yang haram dan keji, kemaksiatan dan dosa.
Karena,
dengan beginilah engkau dapat mengikat nikmat supaya tidak lari dan pergi
darimu, menyirami pohonnya agar berkembang ranting dan dedaunnya, dan dapat
menghasilkan buah yang baik, manis rasanya, lezat mengunyahnya, mudah menelannya,
dan dapat merasakan manfaaat dan khasiatnya pada jasad.
Lalu akan
kelihatan barakahnya pada setiap gerak langkah anggota badan dengan ketaatan,
kedekatan dan dzikir kepada-Nya. Sehingga setelah itu seorang hamba akan masuk
dalam rahmat Allah SWT di akhirat nanti, kekal abadi dalam surga bersama para
nabi, shiddiqin, shuhada’ dan orang-orang shaleh. Mereka adalah para
pendamping yang paling baik.
Tetapi sebaliknya,
jika seorang hamba tidak mensyukuri nikmat-Nya, bahkan tertipu dengan keindahan
dan kelezatannya, merasa senang dengan kilauan fatamorgana, dan apa saja yang Nampak
pada kilauannya, dia juga senang dengan semilir angin sungai yang baru
didapatkannya, terpesona dengan kemolekan kulit ular dan kalajengkingnya, dan
dia lupa akan racun mematikan yang ada didalamnya, sangatlah berbahaya jika
mengambilnya karena akan membinasakannya.
Maka hinalah
orang yang mengikuti hawa nafsunya dan ingatlah akan kesengsaraan dan kefakiran
yang segera dengan kehinaan di dunia dan azab yang telah menunggu di neraka
nanti.
Adapun orang
yang mendapatkan cobaan, adakalanya cobaan itu sebagai akibat dari kejahatan
dan kemaksiatan yang di lakukannya. Adakalanya pula ia diberi cobaan menghapus
dan membersihkan dosa-dosanya.
Dan adakalanya
pula cobaan itu untuk mengangkat derajat dan menyampaikan seseorang pada
kedudukan yang tinggi di akhirat, agar dapat menyusul Ulil ‘Ilmi dari
kalangan Ahlul – Halat dan Ahlul-Maqamat, dimana mereka telah
mendapatkan kemudahan dalam menghadapi berbagai cobaan, mereka telah di hiasi
dengan pandangan yang mulia, baik dalam gerak maupun diamnya.
Ujian yang
mereka terima bukanlah untuk membinasakan mereka, melainkan untuk menjadikan
mereka manusia pilihan, untuk membuktikan hakikat iman, kemurniannya dan
kesuciannya dari berbagai kemusyrikan, kemungkaran dan kemunafikan.
Dan mereka
juga di hiasi dari berbagai macam ilmu pengetahuan, rahasia, dan pancaran
cahaya, sehingga mereka termasuk diantara manusia-manusia pilihan. Mereka tenang
dengan rahasia-Nya, di dunia dan akhirat. Di dunia dengan hati dan di akhirat
dengan jasad mereka.
Rasulullah SAW
bersabda: “ Orang fakir yang sabar, dia akan menjadi teman duduk Yang Maha
Penyayang pada hari kiamat nanti (**).”
Berbagai cobaan
adalah penyuci hati mereka dari dosa kemusyrikan, ketergantungan pada makhluk
dan sebab-sebab, pada angan-angan dan ambisi. Mereka menjauhi hal-hal
kesenangan duniawi, dan memohon untuk menggantinya dengan ketaatan yang akan
dibalas dengan kedudukan tinggi di akhirat di dalam surga firdaus.
Adapun tanda-tanda
cobaan yang merupakan siksa adalah yang tidak disikapi dengan sabar, namun
justru disikapi dengan kekesalan dan keluhan kepada sesama makhluk.
Sedangkan cobaan
yang dapat menghapuskan kesalahan adalah yang disikapi dengan kesabaran dan
tidak mengeluh, tidak menunjukkan kegelisahan kepada kawan ataupun tetangga, dan
segera untuk melaksanakan perintah dan taat kepada-Nya.
Dan cobaan
untuk meninggikan derajat adalah yang disikapi dengan keridhaan dan penerimaan,
dengan jiwa tenang dan tidak gelisah terhadap apa yang dilakukan Tuhan bumi dan
langit, dan lebur didalamnya hingga saat disingkapkan, seiring berlalunya hari
dan waktu.
Catatan
Penting:
(*)
= ini sebagaimana sabda
Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya no.
2443, dari Ibnu Umar r.a. dia berkata bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Berikanlah
upah kepada orang yang bekerja, sebelum kering keringatnya”.
(**)
= potongan hadis no.
4993, yang diriwayatkan oleh Ad-Dailami dalam Al-Firdaus, dari Umar bin
Al-Khattab yang berkata bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Segala
sesuatu ada kuncinya, dan kunci surga adalah mencintai orang-orang yang miskin,
dan orang fakir yang sabar, mereka itu teman duduk Allah di hari kiamat nanti.”
Hadis ini maudhu’.
Source Image: www.republika.co.id