Syaikh ‘Abdul
Qadir Jailani berkata: jiwa hanya mempunyai dua keadaan, tidak lebih: yaitu
keadaan sehat dan sakit.
Apabila dalam
keadaan sakit, maka yang ada adalah kecemasan, keluhan, kemarahan,
pembangkangan dan tudingan yang tidak baik terhadap Allah SWT. Tidak ada
kesabaran, keridhaan, dan penerimaan, tetapi yang ada hanyalah sikap yang
tercela, menyekutukan-Nya dengan makhluk dan kufur kepada-Nya.
Dan ketika
sehat, maka yang ada adalah kesombongan dan cenderung mengikuti hawa nafsu dan
berbagai kelezatan lainnya. Setiap kali mendapatkan kelezatan, ia menginginkan
yang lainnya, dan melecehkan kenikmatan yang sudah diraihnya; baik itu makanan,
minuman, pakaian, pasangan (jodoh), pekerjaan dan kehidupan.
Maka masing-masing
dari kenikmatan itu pergi satu persatu menjadi aib dan kekurangan, lalu ia
meminta yang lebih baik dan mulia dari apa yang telah diberikan kepadanya,
terus disibukkan dengan apa yang bukan bagiannya, sehingga manusia terjebak
dalam kelelahan yang panjang dan tidak menerima apa yang telah di miliki dan
menjadi bagiannya.
Dia telah
diselimuti kerakusan sehingga terjerembab ke dalam lubang kehancuran karena
kepayahan yang berkepanjangan yang tiada tujuan dan akhirnya di dunia. Dan di
akhirat nanti dia akan mendapatkan seperti ungkapan berikut ini: Sesungguhnya
siksaan yang paling pedih adalah mencari apa yang bukan bagiannya.
Jadi, ketika
ia berada dalam kesulitan, ia tidak menginginkan apa-apa selain hilangnya
kesulitan itu, dan melupakan semua kenikmatan, syahwat, dan kelezatan serta
tidak mengharapkannya. Bila ia memperoleh kesejahteraan, ia kembali sombong,
rakus dan membangkang kepada Tuhannya serta membandel dalam kemaksiatan.
Ia lupa akan
kesulitan yang baru saja dirasakan. Lalu ia dikembalikan kepada keadaan yang
lebih sengsara daripada yang pernah dialaminya, sebagai ganjaran atas langgaran
yang telah dilakukannya serta dosa besar yang telah diterjangnya, untuk
menjaganya agar tidak lagi melakukan kemaksiatan di masa mendatang.
Sebab,
kesejahteraan dan kenikmatan ternyata tidak bisa membuatnya menjadi lebih baik,
tetapi justru bencana dan kesulitanlah yang bisa menjaganya.
Jika ia bersikap
baik saat dientaskan dari kesengsaraan dan mengerjakan ketaatan, syukur, dan
ridha atas bagiannya, maka itulah yang akan membawa kebaikan baginya di duniawi
maupun ukhrawi. Ia pun akan memperoleh tambahan kenikmatan, kesejahteraan dan
kepuasan dari Allah SWT. Juga kebahagiaan, pertolongan dan kasih sayang.
Barang siapa
yang menginginkan keselamatan dunia dan akhirat, maka ia mesti sabar dan ridha
dengan ketetapan-Nya, tidak mengeluhkan orang lain, dan memohon semua
kebutuhannya dari Tuhan-Nya. Ia wajib taat kepada-Nya, menanti datangnya
kemudahan dari-Nya, hanya menyembah-Nya semata.
Betapapun,
Dia lebih baik daripada seluruh makhluk-Nya. Penolakan-Nya adalah anugerah,
hukuman-Nya adalah kenikmatan, ujian-Nya adalah obat, janji-Nya pasti
terlaksana walau tertunda, firman-Nya adalah perbuatan. Sesungguhnya ucapan dan
perbuatan-Nya, bila menghendaki sesuatu, hanya dengan mengucapkan “Jadilah!”
maka jadiah ia (QS 36:82).
Setiap
perbuatan-Nya adalah kebaikan, hikmah, dan maslahat, hanya saja Dia tidak membeberkan
pengetahuan tentang rahasia kemslahatan itu kepada hamba-hamba-Nya, dan hanya
Dia Yang Tahu.
Seorang hamba
sebaiknya bersikap ridha dan pasrah, dan menyibukkan diri dengan beribadah,
yakni menjalankan semua perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya, dan
tunduk pada ketentuan-Nya.
Tidak semestinya
seorang hamba sibuk dengan urusan Tuhan dalam hal pembagian rezeki kepada
hamba-Nya. Hendaknya ia menahan diri dari berkata “mengapa”, “bagaimana”, dan “kapan”,
dan tidak menyalahkan Allah dalam segala gerak dan diam-Nya.
Pernyataan ini
sesuai dengan hadis ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a yang berbunyi: “saat itu aku
berada di belakang Rasulullah saw. ketika beliau berkata kepadaku: “Anakku,
jagalah kewajibanmu kepada Tuhanmu, maka Dia akan memeliharamu. Jagalah kewajibanmu
kepada-Nya, maka akan kau dapati Dia di depanmu. jika engkau meminta, mintalah
kepada Allah. Bila engkau butuh pertolongan, mintalah pertolongan dari-Nya.
Pena telah
kering setelah semuanya tertulis. Walaupun semua manusia bermaksud memberimu
manfaat atas sesuatu yang tidak ditentukan Allah atasmu, mereka tidak akan
berhasil melakukannya.
Sebaliknya,
walau seluruh manusia bermaksud mencelakaimu dengan sesuatu yang tidak
ditentukan Allah atasmu, maka mereka tidak akan berhasil melakukannya. Jika engkau
mampu berhubungan dengan Allah secara jujur dalam keyakinan, maka lakukanlah.
Jika engkau
tidak mampu, maka dalam kesabaranmu atas apa yang tidak kau senangi terdapat
kebaikan yang banyak. Ketahuilah bahwa kemenangan ada bersama kesabaran dan
kebahagiaan ada bersama kesusahan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan”.
Setiap mukmin
seharusnya menjadikan hadis ini sebagai cermin bagi hatinya, sebagai pakaian
lahir dan batinnya, ucapannya, dan bertindak sesuai dengannya dalam seluruh
gerak dan diamnya, sehingga ia selamat di dunia dan akhirat dan memperoleh
kemuliaan, dengan rahmat-Nya SWT.
Source Image: www.satuharapan.com