Syaikh
‘Abdul Qadir Jailani R.A Berkata: Orang zuhud mendapatkan ganjaran dua kali
dari segi bagian:
Pertama, ia
diberi ganjaran karena meninggalkan bagiannya, dia tidak mengambilnya dengan
hawa nafsu, tetapi semata-mata karena perintah untuk mengambilnya.
Apabila dia
telah benar-benar melawan egonya dan memerangi hawa nafsunya, maka dia termasuk
orang yang benar-benar komitmen dan termasuk ahlul wilayah, dan akan
dimasukkan kedalam golongan afdal dan arif.
Pada saat
itu dia diperintahkan untuk mengambilnya dan mengenakannya, karena itu
merupakan bagiannya yang mesti diterimanya, tidak diciptakan untuk yang
lainnya. Pena takdir telah kering dan pengetahuan Tuhan mendahuluinya.
Jika perintah
telah dilaksanakan, lalu ia mengambil bagiannya dari dunia ini, atau menerima
informasi tentang pengetahuan Allah, ia membangun hubungan dengan dunia sesuai
dengan arus takdir dan perbuatannya, tidak ada keinginan dan kehendak, maka dia
akan diganjar untuk kedua kalinya. Karena dia telah melaksanakan perintah dan
dia menerima apa yang telah diperbuat Tuhannya terhadapnya.
Jika dikatakan:
bagaimanakah engkau dapat menyebutnya ganjaran bagi orang yang berada
pada maqam paling akhir, sebagaimana telah engkau katakan tadi bahwa dia
masuk kedalam golongan abdal dan orang-orang arif, orang-orang fana’
dari makhluk, ego, nafsu, ambisi, angan-angan, dan harapan akan pahala atas
amal mereka, yang memandang semua ibadah dan ketaatan mereka semata-mata
sebagai anugerah dari Allah SWT, sebagai kenikmatan, kasih sayang, petunjuk dan
kemudahan dari-Nya.
Mereka merasa
dirinya seorang hamba yang tidak memiliki hak apa-apa atas Tuhannya, tetapi
semua gerak-gerik dan upayanya adalah milik Tuhannya yaitu Allah SWT.
Bagaimana mungkin
dikatakan “berhak diganjar” sedangkan dia tidak pernah meminta ganjaran maupun
ganti atas amalnya, dan dia tidak pernah merasa memiliki amal, bahkan mereka
melihat dirinya termasuk orang yang bangkrut dan tidak punya amal?
Dijawab:
engkau benar, hanya saja Allah SWT telah memberinya keutamaan dan memanjakannya
dengan kenikmatan, dan memeliharanya dengan kelembutan, kasih sayang dan
kemuliaan-Nya, dengan menahannya agar tidak terus memperhatikan kemaslahatan
dirinya, meminta limpahan kenikmatan dan di jauhkan dari kesengsaraan.
Dia laksana
seorang anak yang masih dalam buaian, yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri. Dengan izin Allah dia dimanjakan, diberi rezeki lewat kedua orang tuanya
yang memeliharanya. Maka ketika kemaslatan dirinya dihentikan, itu mebuat hati
setiap orang menjadi iba kepadanya, sehingga mereka memberikan kasih sayang daN
perhatian kepadanya.
Seperti inilah
orang yang fana’ dari selain Allah, yang tidak digerakkan kecuali
perintah-Nya atau perbuatan-Nya, yang membawanya kepada anugerah Allah di dunia
dan di akhirat. Ia dimanjakan didalam keduanya, dan di jauhkan dari berbagai bala’.
Firman Allah SWT: Sesungguhnya pelindungku ialah Allah Yang Telah
menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh. (QS
7:196)