Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani berkata: Saya berikan
perumpamaan bagimu mengenai orang kaya. Perumpamaannya demikian: coba engkau
perhatikan, jika ada seorang raja mengangkat seseorang, lalu diberikan
kepadanya kekuasaan atas suatu Negara, lengkap dengan panji dan benderanya,
diberikan juga kepadanya kekuasaan untuk menarik bea dan cukai atas barang
impor, dan tentara.
Kesempatan itu semua hanya diberikan sebentar, hingga dia
berangan-angan untuk bisa lama dan tetap dalam keadaan itu. Dia keasyikan dan
lupa akan keadaannya semula, kekurangannya, kefakirannya, kelemahannya, dan dia
telah mejadi congkak dan sombong.
Tiba-tiba dijatuhkan pemecatannya atasnya dari sang raja, di
saat dia sedang senang-senangnya dalam kedaan itu. Lalu raja meminta
pertanggungjawabannya atas kesalahan (mengabaikan perintah raja dan melanggar
larangannya) yang telah dia perbuat selama memangku kekuasaan yang diamanatkan
kepadanya.
Maka dia dijatuhi hukuman yang sangat berat, dan dia kekal
dalam hukuman, kehinaan, dan kefakiran, sehingga hilanglah kecongkakan dan
keangkuhannya. Jiwanya telah hancur dan (api) hawa nafsunya telah padam.
Semua itu atas sepengetahuan raja, lalu raja merasa kasihan
kepadanya, dia melihatnya dengan penuh kasih sayang, maka dia menyuruh untuk
mengeluarkannya dari penjara. Lalu diberikan ampunan baginya, serta
dianugerahkan juga kepadanya pakaian kebesaran dan dikembalikan juga kekuasaan
kepadanya. Dijadikannya semua itu sebagai anugerah baginya, maka kekallah
baginya dengan senang.
Bagitu juga dengan seorang mukmin, ketika Allah membuatnya
dekat dengan Dia dan menjadi pilihan-Nya. Allah akan membukakan pintu hatinya
pintu rahmat, anugerah dan berbagai kenikmatan. Maka dengan hatinya dia dapat
melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak pernah di dengar oleh
telinga, dan tidak pernah terlintas oleh hati manusia:
Yaitu tersingkapnya rahasia gaib, dari alam malakut
langit, bumi, dan kedekatan, ucapan yang lembut, janji yang indah dan menyenangkan,
pengabulan dan pembenaran do’a, kabar gembira,perlindungan, dan berbagai
kalimat hikmah yang di sampaikan kepada hatinya secara sekaligus dari tempat
yang jauh, lalu akan mengalir pada lisannya.
Bersamaan dengan itu, dianugerahkan kepadanya berbagai macam
kenikmatan yang Nampak pada jasad dan anggota tubuhnya, baik pada makanan,
minuman, pakaian, pernikahan yang halal dan mubah, serta menjaga
batas-batas ketentuan Allah dan ibadah yang jelas.
Maka Allah SWT mengekalkan hal itu bagi hamba-Nya yang
mukmin, yang tertarik dengan masa yang sementara. Sehingga apabila hamba
tersebut sudah merasa tenang dengan hal
itu, dan yakin akan kekekalannya, padahal dia sudah terperdaya dengannya, maka
Allah SWT akan membukakan baginya pintu bala’ dan berbagai macam ujian,
baik dalam jiwa, kekayaan/harta, keluarga, anak dan hati.
Semua yang telah Allah anugerahkan kepadanya sebelumnya,
akan diputus darinya. Tinggallah dia dalam kebingungan, kerugian, kehancuran,
dan keputusasaan dari semua itu.
Apabila melihat kepada lahirnya, maka akan terlihat
kesalahan yang telah diperbuatnya. Jika melihat hati dan batinnya, maka akan
terlihat apa yang membuatnya sedih. Jika memohon kepada Allah, maka yang ada
hanyalah yang membuatnya kepayahan dan tidak akan dikabulkan.
Jika memohon janji yang baik, maka dia tidak akan
mendapatkannya dengan segera. Jika dijanjikan dengan sesuatu, maka tidak akan
ditepati. Jika dia melihat sesuatu dalam tidurnya, maka tidak ada buktinya.
Jika ingin kembali kepada makhluk, maka tak ada jalan kearah
itu. Jika diberikan kemudahan kepadanya dalam hal itu dan dia melakukannya,
maka akan segera datang akibat yang setimpal dengannya. Tangan-tangan makhluk
akan mengendalikan dirinya, dan lidah-lidah mereka akan mengumpat harta
bendanya.
Dan apabila dia meminta dicabut kembali apa yang telah
menjadikannya masuk kedalam keadaan itu, dan kembali kepada keadaan semula,
sewaktu dia belum terpilih, maka tidak akan terlaksana. Dan jika dia memohon
keridhaan, kebaikan dan kenikmatan atas bala’ yang diterimanya, maka
tidak akan diberikan.
Ketika itulah engkau mendapati jiwa dalam keadaan hancur. Hawa
nafsu dalam keadaan tergelincir, iradah dan angan-angan di angkasa, dan
(dunia) berada di ambang kehancuran. Maka terus baginya seperti itu, bahkan
terus bertambah, hingga prilaku kebinatangan dan sifat-sifat kemanusiaan hilang
dari seorang hamba dan yang ada hanyalah ruh. Di dalam batinnya dia mendengar
seruan: Berlututlah! Inilah pembersih yang sejuk dan minuman.
Sebagaimana disampaikan kepada Ayyub a.s (*). Maka Allah SWT melimpahkan lautan rahmat, kasih
sayang, kelembutan dan anugerah ke dalam hati nabi Ayyub a.s., dan Dia
menghidupkannya dengan ruh-nya. Dia memuliakannya dengan makrifat dan
kedalaman ilmunya, dan Dia telah membukakan baginya pintu-pintu kenikmatan.
Kepadanya diberikan kemampuan untuk berusaha, memberi, dan berkhidmat
dalam setiap kesempatan dan lidahnya senantiasa disibukkan dengan mengucapkan tahmid,
dzikir di mana saja dia berada. Dia senantiasa melangkahkan kakinya kepada
kebaikan. Allah Swt telah menundukkan baginya pelayan, raja dan lain
sebagainya.
Allah melimpahkan kepadanya kenikmatan baik lahir maupun
batin, pemeliharaan lahirnya dengan ciptaan dan kenikmatan-Nya, dan
pemeliharaan batin dengan kelembutan dan kemuliaan-Nya. Hal itu akan terus
berlanjut hingga ia menemui ajalnya.
Lalu akan dimasukkan ke tempat yang tidak pernah di lihat
mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak terbesit dalam hati
manusia, sebagaimana firman Allah: “ Tak seorangpun mengetahui apa yang di
simpan untuk mereka (berupa macam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan
mata, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan (QS 32:17).
Catatan Penting:
(*) = itulah kebenaran
firman Allah SWT: Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub, ketika ia menyeru
Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Allah
berfirman): Hentakkanlah kakimu! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.” (QS
38: 41-42).
Source Image: aeiwell.blogspot.com