Pertanyaan:
Kami ingin penjelasan mengenai firman Allah SWT, “Wa
kalamal-Láhu Musa Taklima” dan kaitannya dengan sifat kalam Allah SWT yang
tanpa huruf dan suara?
Jawaban:
Firman Allah “Wa kalamal-Láhu Musa Taklima” tetap
tanpa huruf dan suara, tanpa permulaan dan akhiran, sebagaimana yang diyakini
Ahlusunah wal Jamaah. Manusia tidak dapat mengetahui firman Allah SWT karena
ada hijáb (tabir) yang menghalangi. Nabi Musa AS pun begitu pada
mulanya.
Setelah hijab dihilangkan, maka Nabi Musa AS dapat mendengar
firman Allah dari segala arah. Beliau juga diberi kekuatan untuk mendengarnya. Karena
tanpa itu, manusia tidak akan mampu mendengar firman-Nya.
Setelah itu, keadaan dikembalikan sebagaimana sediakala, hijáb
dipasang lagi dan Nabi Musa AS tidak dapat lagi mendengar firman-Nya. Firman
Allah SWT yang didengar Nabi Musa tetap tanpa huruf dan suara, tanpa awalan dan
akhiran.
Mengenai kaitannya dengan kalam Allah SWT al-Qadim, bahwa
al-Qur’an mempunyai dua aspek:
1). Al-‘alfádz asy-syarifah (mushaf) yang kita baca dengan
huruf dan suara,
2). Sifat qadimah yang menetap pada diri Allah SWT
(tanpa huruf dan suara).
Sifat qadimah mempunyai arti yang sama dengan yang
ditunjukkan oleh al-alfadz asy-syarifah (mushaf). Jadi, mushaf dikatakan
kalam Allah karena melihat terhadap penunjukannya (bi hasabid-dalálah). Misalnya
firman Allah yang artinya, “dirikanlah shalat”. Firman ini menunjukkan wajibnya
mengerjakan shalat. Perintah ini sama dengan yang ditunjukkan oleh kalam Allah
SWT al-qadim.
Jadi, sebelum orang mukallaf ada, Allah SWT sudah mewajibkan
shalat kepada mereka (ta’alluq shuluhíl-qadim). Perintah ini wajib
dilaksanakan setelah mereka mukalaf (ta’alluq tanjízí hádits).
Source:
- Artikel ini dikutib dari buku “Bunga Rampai Dialog Iman-Ihsan” yang di terbitkan oleh Pustaka Pondok Pesantren SIDOGIRI, Pasuruan, Jawa Timur.
- Pertanyaan diatas ditanyakan oleh saudara Riadi, (Sampang) dan dijawab langsung oleh KH. A. Nawawi Abdul Djalil, Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri.
- Sumber gambar: islam.babe.news