Pertanyaan:
Sekarang banyak perkataan tokoh di media massa yang
meresahkan masyarakat, seperti kata “semua agama itu sama”. Yang saya tanyakan,
apakah perkataan itu berakibat kufur atau tidak? Mohin penjelasannya.
Jawaban:
Mengatakan, “semua agama itu sama” adalah perkataan yang
mengandung banyak penakwilan, yang menurut zahirnya perkataan itu bisa
berakibat kufur bagi yang mengatakannya. Jika yang dimaksud “sama” itu adalah
“sama benar secara hakiki menurut pandangan Allah SWT”, maka perkataan itu tidak
dibenarkan sama sekali, bahkan bisa membuat kufur bagi yang mengatakannya.
Dan bila yang dimaksud “sama” itu adalah semisal sama-sama
diakui oleh pemerintah, seperti agama Nasrani (Kristen), Yahudi, Hindu, dan
Budha di Indonesia; atau sama-sama mengayomi terhadap umat agar tidak berbuat
kerusakan di bumi; atau sama-sama mengajak orang untuk berbuat baik atau
mengajak pada kebaikan (kebaikan yang sifatnya di dunia atau kebaikan duniawi
saja), berperilaku baik pada orang lain, dan lain sebagainya, maka hal itu
tidak sampai berakibat kufur bagi yang mengatakannya. Wal-Láhu a’lam Bish-shawáb
Pertanyaan 2:
(Menambah Kalimat Sahadat)
Dibenarkan atau tidak/boleh atau tidak, mengatakan “Asyhadu
an lá ilaha illal-Lah Wa Asyhadu anna Muhammadar-Rasulul-Lah wa Asyhadu
annasy-Syaikh Abdul Qadir waliyyul-Lah”? terima kasih atas jawabannya.
Jawaban:
Dua kalimat syahadat adalah
kalimat khusus untuk pengakuan bagi orang yang masuk Islam, atau untuk kembali
pada agama Islam bagi orang yang murtad, dan
merupakan kewajiban orang Islam untuk membacanya dalam salat, yang mana
dua kalimat itu tidak boleh ditambah dengan kata-kata yang lain.
Jadi kalau ada orang yang
melafalkan dua Kalimat Syahadat tetapi masih menambah kata lain, seperti “wa
Asyhadu annasy-Syaikh Abdul Qadir waliyyul-Lah” dan lain sebagainya,
hukumnya tidak dibenarkan atau tidak boleh. Hal ini sebagaimana telah
dijelaskan oleh ulam salafush-shalih. Dan Allah SWT yang Maha Tahu
kebenaran sesuatu.
Source:
- Artikel ini dikutib dari buku “Bunga Rampai Dialog
Iman-Ihsan” yang di terbitkan oleh Pustaka Pondok Pesantren SIDOGIRI,
Pasuruan, Jawa Timur.
- Pertanyaan diatas ditanyakan oleh saudara Syibromulisi
(Jember) dan Saiful Bahri (Bondowoso) dan dijawab langsung oleh
KH. A. Nawawi Abdul Djalil, Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri.
- Sumber gambar: rri.co.id