Pertanyaan:
Dalam Hadis Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW pernah tidur
terlelap sampai matahari terbit, baru bangun, lalu pada saat itu salat dengan
cara Qhada’. Yang saya sangsikan, bagaimana dengan sabda Nabi
Muhammad SAW, “Kita para Nabi matanya tidur dan namun hatinya tidak
tidur”? Kiranya kalau hati tidak tidur tentu Nabi SAW tidak akan pernah
terlelap sampai kesiangan seperti itu, karena pengawasan hati itu lebih kuat
daripada mata? Mohon penjelsan Kiai, biar hati makin yakin pada Islam dan
syariat yang dibawa kanjeng Nabi Muhammad SAW.
JAWABAN:
Memang Nabi SAW pernah bangun
kesiangan sampai matahari terbit, dan para nabi meski matanya tidur tapi
hatinya tidak tidur. Tidak sama dengan umumnya manusia. Karena ini adalah khushúshiyah
(keistimewaan) Nabi Muhammad SAW.
Sebetulnya, dalam hal ini
terdapat dua alasan. Pertama, untuk tidak bangun kesiangan dalam menjaga
waktu subuh itu adalah tugasnya mata, bukan tugasnya hati. Oleh karena itu, dua
hadis ini tidaklah bertentangan, karena maksud “hatinya tidak tidur” adalah
selalu ingat Allah SWT. Bukan menjaga terbitnya fajar sehingga tidak kesiangan.
Kedua, hal seperti itu
terjadi pada Nabi Muhammad SAW adalah untuk tasyri’ (menerapkan syariat
pada umatnya), sehingga kelak di kemudian hari, jika ada umat Nabi SAW yang
mengalami permasalahan yang sama seperti itu, maka langsung bisa meniru apa
yang dilakukan oleh Nabi SAW. Yakni setelah bangun tidur itu langsung melakukan
salat dengan cara Qadha’.
Dalam ketentuan syariat, jika ada
orang lalai sampai meninggalkan salat karena ada uzur, seperti tidur dan
lain-lain, maka tidak dosa dan sunah bersegera melakukan salat Qadha’.
Jika melalaikan itu tidak ada uzur sama sekali, maka dianggap dosa dan harus
bersegera melakukan salat Qadha’.
Untuk orang yang tidur dalam
aturan syariat tidak terkena khitáb kewajiban salat ketika tidur seperti
ini. Dan ini berlaku pada Nabi Muhammad SAW dan semua umatnya.
Source: