Pertanyaan:
Sampai dimana batas atau ukuran sabar dalam menghadapi
masalah?
Jawaban:
Batas sabar dalam
menghadapi masalah sebenarnya tergantung pada masalah yang dihadapi.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama, bahwa sabar itu ada tiga macam:
Pertama, sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah
SWT, yang mana dalam sabar ini diwujudkan dengan mengerjakan taat pada Allah
sesuai dengan yang diperintahkan-Nya. Maka seseorang sudah termasuk orang yang
sabar dalam urusan taat.
Kedua, sabar dalam menghadapi maksiat. Jika orang
meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT, seperti perbuatan zina,
minum-minuman yang memabukkan, dan lain sebagainya, maka orang itu sudah
dikatakan sabar dalam urusan meninggalkan maksiat.
Ketiga, sabar dalam menghadapi cobaan dari Allah SWT.
Dalam cobaan ini ada dua macam, ada cobaan yang bentuknya nikmat, ada juga yang
bentuknya hilangnya nikmat atau tidak diberi nikmat.
Cobaan yang bentuknya nikmat adalah seperti orang diberi
cobaan dengan kecukupan harta, sehingga menjadi orang kaya raya. Jika orang itu
masih tetap melakukan sesuatu pada harta itu sesuai dengan yang dianjurkan
syariat, maka orang itu termasuk dikatakan sabar dalam cobaan berupa diberi
nikmat oleh Allah SWT.
Termasuk juga sabar dalam menghadapi cobaan yang bentuknya
nikmat adalah ketika diuji dengan harta, keberadaan harta itu tidak menggangu
pada pekerjaan ibadahnya atau yang diperintahkan Allah SWT. Bahkan dengan
hartanya dia bisa lebih banyak melakukan ibadah.
Sedangkan sabar pada cobaan yang bentuknya hilangnya nikmat
atau tidak adanya nikmat adalah seperti seseorang yang dicoba dengan kekurangan
harta, maka ia menghadapi kekurangan itu dengan sabar, tidak mengeluh, merasa
cukup dengan apa yang ada.
Termasuk dengan tiadanya nikmat, seperti orang dikenai
cobaan buta namun tetap pasrah dan menerima takdir Allah SWT, maka ia dikatakan
sabar. Dan masih banyak lagi contoh sabar yang lain, sebagaimana disebutkan
dalam kitab Ihya’ Ulumid-Din juz 3 Halaman 241.
Source:
- Artikel ini dikutib dari buku “Bunga Rampai Dialog
Iman-Ihsan” yang di terbitkan oleh Pustaka Pondok Pesantren SIDOGIRI,
Pasuruan, Jawa Timur.
- Pertanyaan diatas ditanyakan oleh saudara A. Qodir
(Pasuruan) dan dijawab langsung oleh KH. A. Nawawi Abdul
Djalil, Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri.
- Sumber gambar: nahimunkae.org